Rabu, 01 Februari 2012

Berhenti di kamu, Puncak!!


Gunung Arjuno 3.339 mdpl…
Dan di gunung itulah pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke tempat yang bernama puncak gunung. Walau sebenarnya sudah berkali aku mendaki gunung, tapi inilah puncak perjuangan!
Bukan mudah untuk tiba di mahkota tertinggi gunung itu, tapi juga tidak sulit melewati masa-masa hopeless karena kami membawa brotherhood dalam tiap langkah lelah penuh emosi. Dan beginilah ceritanya….


Kampus C, 13 Januari 2012, 19.00 WIB
Malam itu seharusnya semua perlengkapan mendaki kami sudah tertata, tapi entah bagaimana masih saja ada a little thing yang terlewat. Karena sebenarnya malam ini adalah jadwal menghadiri undangan Launching GPN baru KPLA sedangkan aku dan cacing harus mencari barang kecil bernama pasak demi tempat perlindungan kami di alam sana. Sampai lelah penuh amarah ditambah kelaparan yang menjadi-jadi, tercetus keputusan bahwa malam itu kami akan stay di kampus menanti saudara yang menghadiri acara launching (alasannya sih biar lebih mengenal adik-adik baru, padahal ehemmm.. sekalian dinner juga deh -.- ) sambil mencari ketelisutan pasak yang kabarnya sudah ter-packing tapi tak kunjung ditemukan. Hingga never give up pun sudah resisten dan gak berpengaruh sehingga berangkatlah aku demi mencari sesuap nasi ke tempat yang sering dikunjungi bareng temen-temen, Warung Bu Mimit. Kami berdua makan penuh emosi tapi gak lupa berdoa lho! Hingga tiba di kampus dan menemui teman-teman sedang packing ulang disana. Kurang lebih pukul 21.00 kami 11 orang bersiap untuk berangkat dan lagi-lagi tak lupa berdoa. Semoga selamat sampai kembali lagi ke kampus tanpa kurang suatu apapun. Suasana menjadi hening dan Tansil memimpin doa kami..
“Berdoa menurut agama dan kepercayaan saya…”
Belum selesai dia ngomong hening pun terpecah sebab memang dia satu-satunya yang berbeda keyakinan dengan kami.. Tapi keadaan masih terkendali sehingga kami lanjutkan untuk berdoa dan toast sebelum 6 motor ini siap melaju di jalanan.


Pos Perijinan, 13 Januari 2012, 23.30 WIB
5 motor memasuki halaman pos perijinan yang tidak begitu luas dengan udara dingin yang sudah sampai di alveolus. Upss.. mana Tansil dan Babi?? Ban motor mereka bocor, alhasil kami menanti cukup lama sambil tiduran men-charge energi sambil menyiapkan mental. Tapi tidak lupa mengurusi biaya perijinan, Rp. 4.700/orang. Dua jam kemudian kami bangun dan perjalanan akan dimulai sebentar lagi. Entah kapan dua orang korban ranjau paku di jalan itu tiba yang jelas mereka sudah tiba disini dengan motornya. Perjalanan dimulai dengan sedikit shock karena kondisi memang bangun tidur dan sangat gelap. Senter senter mulai bekerja untuk kami. Kedua kaki mulai memanaskan diri untuk dipaksa “sedikit” lebih keras dari biasanya karena perjalanan jauh nun menanjak yang sebentar lagi akan dilalui. Kami berjalan dari pos perijinan melewati halaman belakang dan melewati jalan paving lalu menemui semak pendek dan jalanan mulai dipenuhi batu besar.

Pet Bocor, 14 Januari 2012, 01.50 WIB
Tempat pertama yang kami lewati adalah pet bocor, disana ada warung yang jual tempe goreng! Hmm.. entah karena kondisi lapar dan dingin atau faktor yang lain sehingga makanan itu terasa seperti ayam goreng terlezat. Sayangnya malam ini warung itu sudah tutup dan baru buka pagi hari. Kami hanya mampir disini untuk buang air kecil dan mengatur nafas. Di ground Pet Bocor saat itu terdapat sebuah tenda dome berdiri, Nampak beberapa anak masih terbangun dan berada diluar tenda. Entah mereka akan berangkat ke puncak atau memang hanya sekedar bermalam disana. Kami melanjutkan perjalanan dan beberapa kali berhenti jika nafas sudah mulai terasa naik turun. Tidak jauh dari pet bocor terdapat pos masuk Tahura Soerjo dengan baliho besar dan portal tertutup yang menghalangi jalan serta pos yang tak ber-penjaga. Ternyata perjalanan malam ini sangat panjang. Di tengah perjalanan kami menemui sebuah tanah sempit yang pas dibuat berkemah. Tapi bukan itu tujuan kami. Kami sedang berjalan menuju Kokopan sebagai tempat pemberhentian kami yang pertama (Halte kali ya..) Seingatku 3,5 tahun yang lalu ketika juga melewati tempat itu, disana ada warung kecil yang juga jual makanan! Tapi entah sejak kapan ternyata warung itu sudah dibongkar. Perubahan pertama yang aku temui. Tapi dari tempat itu lampu kota terlihat begitu sempurna menunjukkan keindahannya. Perjalanan masih setengah!! Perjuangan dimulai kembali, kaki beralas sandal medan tanpa kaos kaki terus menapak jalanan penuh batu besar yang semakin menanjak. Hingga kami temui padang ilalang yang mengindikasikan semakin dekatlah tempat itu. Yeaa… semangat sedikit ter-up grade, tapi dasar jalannya yang semakin menanjak dan kondisi fisik yang sudah low sehingga kecepatan juga berkurang. Suara air yang semakin terdengar dekat juga salah satu indikasi Kokopan sudah didepan mata. Setelah sekian banyak tikungan, dari tikungan ini aku melihat ada bangunan bamboo didepan dan horee… it’s called KOKOPAN.

Kokopan, 14 Januari 2012, 04.30 WIB
Subhanallah…
Ciptaan Allah memang selalu indah. Matahari terbit yang menyambut kedatangan kami pagi itu bagai lampion alam di deretan pintu masuk menuju taman keindahan. Suara sumber air pun seperti turut mendesir di kapiler darah seolah menyegarkan kelelahan kami. Sholat subuh di alam terbuka dengan udara dingin sejuk dan sekitar yang begitu hijau semakin menambah kekhusyukan dan perasaan bangga berada di bumi Indonesia. Habis sholat bukannya masak tapi semua pada tidur pagi. Yaahh.. melatonin udah gak kerja jam segini! Sekedar melemaskan ketegangan otot yang banyak asam laktatnya gara-gara metabolisme anaerob. [#eaa… sedikit istilah di tubuh sendiri] Beberapa saat, lagi-lagi aku dan cacing yang kembali beraksi saat semuanya pada tidur pagi. Tapi kali ini ditemani sentrup dan komodo. Kami.. (sebenernya cacing doank sih..) mulai masak sarapan dengan membuat minuman hangat. Dilanjut nasi, sosis, nugget ayam dan sarden. Bak sulap ibu peri, sarapan pun jadi.
“Guys… ayok bangun! Sarapan yuuk”
Suara merdu ku masih kurang kejem kalo dibanding alarm kali ya. Hehe.. Belum berkutik juga rupanya sampai jurus menggoncang bumi pun harus keluar juga. Alhamdulilah sarapan pagi ini sangat luar biasa mengganti energi kami. Waktunya cuci piring!! Dan para koki serta ajudannya pun gentian tidur pagi. Hyaaa.. lumayan mengganti waktu tidur pagi yang tersita gara-gara masak. Bersih diri dan peralatan sudah selesai, waktunya menggempur perjalanan kembali. Tak lupa berdoa dan poto dulu di sini J. Oia, kembali ke 3,5 tahun yang lalu ketika aku di sini, warung bamboo itu masih menjual ote-ote hangat di pagi hari. Perubahan kedua!! Dan sumber air itu, di depannya persis ada kamar mandi yang ada WC nya. Serius… Karena aku pernah BAB disana. Hehe :D Tapi sekarang hanya ada sumber air tanpa kamar mandi. Perubahan ketiga!! Okelah.. sekarang perjalanan akan segera dimulai. Dan saat itu pula datanglah mobil jeep yang membawa tanaman. Waww… bahkan mobil bisa sampai sini. Padahal kami berjalan tertatih dengan beban di punggung masing-masing. Baiklah.. mari kita jalan. Melewati jalan macadam ternyata melelahkan sehingga kami potong kompas, walaupun mbrasak dan jalannya lumayan licin tapi perjalanan terasa lebih singkat. Sampai tibalah pada suatu pos kayu yang nampaknya baru dibangun. Perubahan keempat !! Dan disana terdapat tanaman yang dibawa mobil jeep tadi. Sedikit mengatur nafas dan perjalanan masih terus berlanjut dan tujuan kita adalah tempat pemberhentian yang kedua alias pondokan dimana disana terdapat rumah-rumah jerami para penambang belerang. Dan perjalanan kali ini setara dengan 1,5 kali perjalanan semalam. Semangat!!! Entah sudah berapa lama berjalan, hujan pun turun sehingga jas hujan kembali membantu kami dalam melanjutkan perjalanan. Semakin lama nafas semakin tak beraturan. Bekal air minum semakin terkuras dan ‘chacha’ si cokelat imut warna warni menemani perjalanan kami kali ini (hha. Iklan buuk)
Jalan yang begitu menanjak dengan batuan yang semakin besar mengindikasikan bahwa pondokan sudah semakin dekat. Dan dalam perjalanan yang hampir saja sampai itu jas hujan warna biruku harus sobek di bagian celana hingga mau dipermak gimana juga tetep sobek. Huh… Dengan sisa tenaga dan minat serta motivasi dan dorongan diri sendiri dan yang lain, sampailah kami di tempat yang bernama pondokan.

Pondokan, 14 Januari 2012, 15.30 WIB
Segera tenda dome didirikan dan badan yang sudah basah gara-gara hujan diperjalanan harus segera di ganti. Nampaknya mantra ibu peri tidak berhasil karena setiap gerak gerik kami mendirikan tenda seperti tertahan dingin dan lelah yang sudah tak sabar ingin direbahkan. Yeaa.. 3 tenda telah berdiri. 1 tenda eiger yang tengah dan paling gede, diisi 6 kaum hawa dan 2 tenda disebelah kanan dan kirinya yang ukurannya memang agak kecil diisi 2 kaum adam untuk tenda biru dan 3 kaum adam untuk tenda kuning. Kami segera mengganti kostum untuk diset di tempat dingin dan berpotensi hujan. Dingin ini ternyata membuat bladder selalu penuh dan pengen pipis. Sedangkan sumber air berada jauh di bawah. Untuk mencapainya kami harus berjalan turun melewati tanah yang licin. Apa boleh buat, berangkatlah pasukan kaum hawa ke sumber air sekalian berwudhu. Sholat ashar yang dijamak dengan dhuhur pun berlangsung di luar tenda, karena tenda dome kami paling pol cuma bisa dibuat setengah berdiri. Setelah sholat semua armada kaum hawa mulai memasuki tenda sedangkan para kaum adam yang betugas memasak. Kami di dalam tenda melakukan aktivitas entah apa namanya yang jelas bermain GJ alias Gak Jelas. Hehe.. Mulai dari dandan dandan, nyemil chacha si cokelat imut warna-warni dan main UNO.  Di luar hujan ternyata sangat deras. Tapi ramenya cewek-cewek ini di dalam tenda sampe gak ngeh sama dinginnya hujan. Dan tettretettettet… Tiba-tiba datanglah makan malam. Yummy.. Oseng kangkung dan sosis goreng. Thanks mas siput dan entah siapa yang membantunya. Seolah-olah makan malam di restoran aja, langsung habis makanannya. Cuma bedanya sama di restoran, ini makanannya jadi satu dan sendoknya Cuma dua. Jadi makannya kaya maen monopoli gentian ngocok dadu. Hehe. Udah kenyang, tak lupa sholat magrib. Karena kondisi tidak memungkinkan untuk beranjak dari dalam tenda, entah bagaimana hukumnya kami akhirnya bersuci dengan tayamum dan sholat sambil duduk secara bergantian. Sampai setelah sholat isya’ terlaksana, permainan geje pun dimulai kembali. Kali ini main merangkai kata, main pantun berantai sambil ngobrol-ngobrol gak jelas. Kantuk sudah meradang sampai kronis hingga kami putuskan untuk tidur tapi tak lupa alarm di set pukul 4 pagi. Rencananya kami akan membuat sarapan dan berangkat pukul 5 pagi. Posisi sudah ditentukan, mereka yang beruntung adalah cacing dan sentrup yang menempati posisi paling pinggir yang ternyata pinggiran dalam tenda kami basah gara-gara air hujan yang merembes.
“Nina bobok oh nina bobok, kalau tidak bobok digigit nyamuk..”
Zzzztzz.. entah apa yang terjadi di dalam tenda dan di tenda tetangga, aku sudah tidur lelap sampai akhirnya bangun pukul 02.00 dini hari. Saat itu aku lihat entut dan eceng baru masuk tenda dan mereka baru dari belakang. Waa… aku juga kebelet! Tapi karena ngantuk dan sebenarnya takut keluar tenda sendirian gara-gara mereka berdua gak mau balik lagi, alhasil aku ngempet sampe paling tidak 2 jam lagi. Dan kembali tidur. Zzzzz
Seems like everybody's got a price,
I wonder how they sleep at night.
When the tale comes first,
And the truth comes second,
Just stop for a minute and
Smile
…………”
Itu Jessie J sudah bernyayi untuk membangunkan kami semua. Rasanya nada alarm Handphone-ku sudah tak sabar pengen dimatikan. Tapi mata ini rasanya tertumpuk batu sekian ton sampe gak bisa melek. Hingga akhirnya….

Pondokan, 15 Januari 2012, 05.00 WIB
Waaaa.. kita telat bangun. Si Cacing ngomel-ngomel karena kita semua gak ada yang bangun. Sebenernya sih udah melek tapi mau gimana lagi, masih lengket sama kasur. Eh… Sleeping Bag kali. Aktivitas pagi itu serba cepat cepat, semua barang di packing dan yang tidak diperlukan selama perjalanan akan dititipkan ke rumah bapak penambang belerang. Akhirnya aku dan rujak nego dengan si Bapak yang awalnya kita gak boleh nitip sampai semuanya sudah beres. Kami sarapan roti panggang dan energen dengan campuran kopi dan ramuan ekstrak yang dibuat dengan penuh cinta. Aseek.. Modal tubuh untuk perjalanan menuju puncak. Seperti biasa, sebelum berangkat…
“Bismillahirrahmanirahim”
Rombongan pun berangkat. Kali ini kami hanya membawa day pack dan meninggalkan lemari portable alias carrier gede di tempat bapak penambang belerang. Para kaum hawa di daulat untuk melenggang tanpa beban kecuali si Cacing yang masih dipertanyakan ke-Hawa-an nya. Hhehe. #Kidding. Perjalanan awal kami sudah menemui ranjau hasil metabolisme manusia berwarna kuning kecoklatan bertebaran ditengah jalan. Oh… Ini pertanda apa?? Setelah berjalan cukup lama, sampailah kami di Karpet hijau yang menyejukkan mata.

Lembah Kijang (Lali Jiwo), 15 Januari 2012, 08.30 WIB
Kami sampai di Lembah Kijang (Lali Jiwo). Entah bagaimana sejarah nama dalam kurung dari Lembah Kijang ini, tapi tempat ini seperti karpet hijau muda yang empuk dan ber-AC sehingga tidur disana sepertinya akan sangat nyenyak. Berhenti sebentar dan ambil gambar. My favorite part.. Foto foto!! Perjalanan dilanjutkan dan taukah tempat apa selanjutnya? Konon, orang menyebutnya Pasar Set*n. Karena di tempat ini banyak percabangan jalan sehingga setiap pendaki yang lewat disini harus ekstra hati-hati. Jalan semakin menanjak dan nafas semakin terburu serta berat untuk mengambil oksigen dari udara bebas. Teoriku sih, semakin tinggi suatu tempat maka oksigen semakin sedikit sedangkan kondisi paru-paru sudah capek sehingga semakin kesulitan menghirup udara. Tapi karena memang kami semua adalah calon perawat (aamiin) dan pendakian kali ini didukung divisi ners alert-nya GEN Corps yang siap sedia membawa obat-obat emergency dan oksigen botol, jadi kami tidak telalu khawatir J. Belum ¼ perjalanan tapi salah satu dari kami nampaknya sudah kehabisan tenaga lahir bathin dan emosi yang menguasai masing-masing kami sehingga diputuskan bahwa salah satu tersebut (sebut saja bunga) akan turun kembali ke pondokan dan entah apa yang kami pikirkan, bunga akan turun seorang diri dan menanti kami kembali di rumah para penambang belerang. Jangan berpikir kami memaksa dia kembali karena ini adalah keputusan team. Dan bukan kami tidak mempertahankannya tapi dia juga punya pertimbangan. Dan di tanjakan penuh batu besar ini kami berpisah dengannya dan kami yang tinggal bersepuluh melanjutkan berjalan kembali. Perjalanan kali ini benar-benar suatu perjuangan. Lawan kami sebenarnya bukan kondisi fisik yang semakin melemah tapi pikiran negative yang akan men-sugesti seluruh tubuh termasuk fisik. Jadi be positive lah dalam hal apapun termasuk mendaki menuju puncak. Ditengah perjalanan aku sudah benar-benar tidak berminat melanjutkan perjalanan karena pikiran-pikiran lelah dan ingin tidur sudah meracuni. Arrgh… Bantuan tongkat sakti yang dicarikan komodo membuatku terlihat seperti nenek yang hampir tidak berdaya. Tapi dalam hati kata-kata sakti untuk memotivasi diri sudah mondar mandir sampai hampir resisten saja rasanya. Setelah berada di urutan yang paling belakang dan tertatih seorang diri, aku melihat ada bendera berkibar. Yeaaah…. Mereka sudah tiba di puncak sehingga semangatku kembali lagi. Sedikit lagi! Setelah melewati 4 batu nisan yang aku lupa siapa saja namanya, aku terus berjalan mengikuti jalan dan…

Puncak Arjuno, 15 Januari 2012, 11.30 WIB
Alhamdulilah…
Perjuangan ini berhenti di kamu, puncak!!
Inilah yang kami nantikan sejak masih berada di Surabaya. Dan puncak itu ternyata tidak lancip. Hehe. Luasnya seperti separo lapangan badminton. Penuh batuan dan bunga merah yang entah apa namanya dan yang pasti tanaman hijau berdaun tebal, sebut saja edelweiss. Sungguh pemandangan yang tak akan terbayar oleh apapun, hamparan hijau yang diselimuti kabut tipis seolah malu menampakkan dirinya. Bendera pun berkibar dan kami berpose satu persatu sebagai saksi bahwa di puncak ini kami sampai dan berhenti, menarik napas di titik tertinggi Gunung ini dan merayakannya dengan sebotol Fanta merah. Tak lupa kami memikirkan suatu hal untuk salah satu yang batal ke puncak yang tadi telah disebut bunga, sebuah foto bertuliskan namanya yang disusun dari batu-batu kerikil puncak arjuno. Semoga mampu mengganti sebagian perasaannya yang telah berkorban untuk stay dibawah sana. Gerimis sedikit demi sedikit turun pelan, kami segera bergegas turun untuk menghindari hujan. Tapi dalam perjalanan kami tetap saja bertemu dengan hujan dan lagi-lagi jas hujan sangat membantu perjalanan pulang kami. Berjalan mengikuti setapak yang terlihat dan kata hati, suatu tempat yang kami hafal dan ingin segera dilalui, tapi ternyata setelah tempat itu kami yang seharusnya tiba di lembah kijang malah memasuki hutan lagi dengan banyak lumpur yang sepertimya belum pernah dilalui. Oh Tuhan… nampaknya kami salah jalan. Kabut telah turun dan sangat mengganggu pandangan kami. Seketika semua diam dan entah apa yang masing-masing kami pikirkan, kami akhinya menemukan track point berupa rafia biru yang terikat di ranting pohon dan hanya menemukan dua!! Lalu zing…. Kata hati menuntun kembali. Tapi allhamdulillah kami sampai di Lembah kijang yang artinya perjalanan kami sudah tak lama lagi. Perjalanan kami lanjutkan ke Pondokan, tapi perasaanku berkata jalan ini semakin panjang. Mungkin karena kondisi fisik yang sudah semakin lelah. Jadi terasa gak sampe sampe. Setelah mendekati Pondokan, Kami langsung teriak untuk memastikan apakah saudara kami yang turun duluan tadi benar-benar telah sampai?? Sedikit deg-degan karena kami baru sadar bahwa anak itu sering disorientasi jalan. Waaah.. dia menjawab teriakan kami. Rasanya lega setengah mati, karena sudah sampai dan kami kembali ber11. Sebuah rumah penambang belerang yang cukup kecil untuk kami ber11 menjadi pilihan berteduh karena saat itu kira-kira pukul 16.00 hujan masih cukup deras. Mie kuah pun mampu menghangatkan badan yang basah karena jas hujannya hanya anti gerimis! Tapi tembus saat hujan. Hhaha.. Sekitar pukul 18.30 dan hujan sudah mulai reda, kami berjalan turun dengan packing yang agak semrawut karena kondisi hujan dan dingin. Perjalanan malam kali ini benar-benar panjang karena saat naik kami banyak potong kompas. Tapi bersama-sama kami turun pelan-pelan sampai pada ketika  si Pasir semen yang keseleo sudah gak mampu berjalan sendiri, akhirnya mas siput membopong sampai kokopan. Yah… memang menjadi lama. Tapi apa boleh buat, ini memang resiko perjalanan. Hingga tiba di kokopan pukul 23.00 kami putuskan untuk beristirahat sebentar dan melanjutkan perjalanan kembali pukul 02.00 WIB. Benar saja, pukul 01.30 alarm sudah  berbunyi dan kami siap-siap untuk turun ke pos perijinan. Perjalanan panjang kembali kami lalui. Lampu kota menjadi primadona malam saat itu. Kami akhirnya terpisah sehingga aku hanya berjalan bertiga bersama eceng dan rujak yang berada di rombongan tangah. Di depan hanya ada cacing dan tansil sedangkan yang lain berada di belakang. Sepanjang jalan aku deg-degan dan merasa takut. Entah pikiran apa yang menyerang saat itu. Tapi yang jelas rujak selalu bilang,
“Kenapa semakin kita turun lampu kotanya tetap seperti itu, tidak semakin terasa dekat?”
Wah..jantungku rasanya berhenti berdetak. Jangan-jangan aku hanya berputar-putar saja dan sebenarnya tidak turun. Pikiran jelekku, kami bertiga akan hilang dan..
Wahh.. beragam bayangan yang “tidak tidak”. Tapi dalam hati kami sebenarnya takut. Hanya saja kami diam dan menghibur diri. Hingga tiba-tiba kami lihat ada pohon pisang tumbang ditengah jalan. Heart rate meningkat 2x lipat dan dalam hati terus berdoa. Yang aku tau dari ilmu perjalanan, rumput melintang di tengah jalan itu artinya jangan dilewati. Whats??? Padahal gak ada percabangan selama perjalanan turun tadi. Dan sekali lagi rasanya jantung ini berhenti sejenak dan memompa lebih keras. Kami lanjut saja berjalan hingga sampailah pada pos masuk tahura Soerjo. Waah… Lega. Tapi portalnya kok nutup? Aku lupa ketika berangkat portal itu terbuka apa tertutup? Sebenarnya tidak terlalu penting tapi saat itu sangat menggangangu sekali karena bayangan pohon pisang tumbang di tengah jalan itu tadi. Berpositif sajalah bahwa ini sudah malam sehingga portal sudah ditutup (macam di perumahan gitu lho). Setauku setelah ini adalah pet bocor sehingga langkah lelah semakin kami percepat dan benar saja. Langsung aku dan eceng berlari menghampiri cacing dan tansil yang sudah tidur di warung, baru meletakkan day pack ku. Banyak senter mulai terlihat menyusul rujak dan itu adalah rombongan terakhir!! Wah, cepat sekali mereka berjalan. Atau memang aku yang jalannya lama. Hhehe.
Setelah beristirahat sejenak, kami lanjutkan perjalanan ke pos perijinan dengan emosi masing-masing untuk segera sampai dan melepas lelah. Karena kami harus segera kembali ke Surabaya untuk keperluan akademik. Tapi ternyata bapak yang kami titipi motor sebut saja bapak X sedang berada di Pasar Pandaan dan itu artinya kami tidak bisa segera pulang. Damn…. Akhirnya kami tidur sambil menanti bapaknya datang. Tapi setelah cukup lama menanti, ternyata kami hanya ber10. Siapa yang belum sampai? Ternyata rujak tertinggal di belakang. Dan 3 rombongan yang tadi terpisah tidak merasa bersama dia. Wah.. padahal dia bersama aku dan eceng selama perjalanan menuju pet bocor. Apa dia tertidur di warung tadi? Atau di nyasar? Wahh… sempat sedikit bingung karena dalam perjalanan menuju pos perijinan terdapat dua jalan yang salah satunya menuju air terjun kakek bodo. Masa ia di kesana? Dengan bersusah payah akhirnya cacing mencari pinjaman motor demi menyusul rujak. Setelah mendapat tumpangan dari orang setempat, cacing melihat rujak berjalan bersama tansil di tikungan depan. Alhamdulillah.. ternyata rujak banyak berhenti karena kecapekan dan dia berada di belakang tansil dan pasir semen tanpa disadari keduanya. Tak berapa lama, bapak X telah tiba dan kami mengurusi segala keperluan administrasi (baca: bayar parkir). Motor telah siap sedia dan mulai melenggang di jalanan yang berliku menuju Surabaya.
Eits… ternyata perjalanan belum berakhir karena kami masih mampir ke warung untuk men-suply nutrisi. Rawon dan teh hangat pun berlomba memasuki lambung dan perjalanan menuju Surabaya berlanjut kembali dengan mata yang menahan kantuk dan lelah.

“Puncak.. perjalanan kami berawal dari kampus dan perjuangan kami berhenti di kamu!!!
Tapi perjalanan masih berlanjut hingga kami membawa semua pelajaran ke hati masing-masing. Semoga lain waktu bisa kembali menemuimu di lain Gunung dan kembali menemui puncak… “

Fight…
Posted By: miel

Berhenti di kamu, Puncak!!

Share:

Post a Comment

Facebook
Blogger

2 komentar:

  1. gmana nie....

    BB nya turun gak....
    stelah muncakkkk....

    hehehe

    BalasHapus
  2. weee.. ngece dia.
    udah turun (-) 2 kilo
    #ups
    yang penting semangatnya terus naik yaaa ('.')!

    BalasHapus

Follow Us

About Us

Advertisment

Like Us

© just me... All rights reserved | Theme Designed by Blogger Templates